Saturday, January 9, 2010

Tata Krama Orang Gayo

D. TATA KRAMA ORANG GAYO
Tata krama orang Gayo masa lalu, bercorak ragam. Ada yang masih dipakai masa sekarang, ada yang sudah ditinggalkan diganti dengan tata krama orang luar.

Penggantian ini kadang-kadang mengembirakan, kadang-kadang menyedihkan. Terserah generasi penerus yang menilai. Kalau generasi tua yang menilai, dikhawatirkan tidak akan dipatuhi oleh generasi muda.
Coba kita lihat tata krama generasi tua sebagai berikut :
1. Adab Masuk ke Rumah Orang Lain
a. Ketuk Pintu
Ketuk dulu pintu secara sopan, sebanyak 3 ketukan. Ketukan jangan terlalu keras, jangan pula terlalu lemah. Mengetuk jangan dengan tingkah, biasa saja. Tok-tok-tok. Assalammualaikum. Tidak ada jawaban, ketuk lagi, tok-tok-tok, Assalammualaikum. Tunggu sebentar. Tidak juga ada jawaban, ketuk lagi, tok-tok-tok, Assalammualaikum. Kalau sudah 3 kali tak ada jawaban, itu berarti orangnya tak ada di dalam, atau tidak didengar atau tidak mau menerima tamu. Lebih baik urungkan niat untuk bertamu atau lebih baik pulang, jangan membuka pintu orang, walaupun tidak berkunci. Ini kurang sopan.
b. Waktu yang dilarang untuk bertamu
Waktu tuan rumah sedang atau mau makan. Misalnya pulang dari masjid, pada hari Jumat. Kita tahu orang makan sesudah pulang sembahyang Jumat. Jadi tidak baik kalau dia kita ikuti dari belakang lalu bertamu. Atau pagi hari ketika dia mau pergi ke kantor atau ke sawah, atau ke mana saja. Atau siang pada pukul 12.00 – 13.00 atau sore dari pukul 15.00 – 16.00. kita tahu itu waktu dia makan, lalu kita datang.
Waktu tidur siang. Dahulu memang kebiasaan tidur siang, belum ada. Petani jarang tidur siang, bekerja terus sepanjang hari. Namun pada akhir-akhir ini orang kantor, biasa tidur siang dari pukul 14.00 – 16.00 WIB. Rasanya kalau kita datang, tidur siangnya terganggu gara-gara kedatangan kita.
Larut malam. Kalau petani pukul 22.00 (pukul 10.00 malam) sudah dianggap larut. Jangan lagi didatangi, pasti dia sudah tidur. Kalaupun belum tidur, pasti kondisi tubuhnya sudah lemas.
Tuan rumah baru pulang dari perjalanan jauh. Kalau misalnya tuan rumah baru datang dari Medan misalnya, maka kurang sopan kalau kita bertamu pada larut malam. Kalau kita paksakan juga kehendak, pasti diterima dengan terpaksa, tetapi bila dicap sebagai tamu tak tahu tata krama.
c. Syarat bertamu
 Jangan lama. Kalau pembicaraan sudah rampung, maka pulanglah. Memang ada tuan rumah yang suka cerita, ingin agar tetap disitu, tetapi sebaiknya kita harus tahu diri. Masih banyak pekerjaan tuan rumah yang harus dilanjutkan.
 Jangan minta minum atau makan, kepada tuan rumah, meskipun kita tahu banyak roti atau kue, atau jenis minuman yang disimpan. Tidak baik, tidak sopan, kurang harga diri kita. Apa yang dihidangkan/kalau ada, itu saja yang kita minum/makan. Sekali lagi jangan bilang begini : “ Oi, mana minumannya, mana kue hari rayanya, mana oleh-oleh yang kau bawa dari Medan ? “. Bicara haluspun di rumah tuan rumah bernilai kasar, misalnya : “ Haus kali ini bang, maklumlah perjalanan kami sangat jauh tolong segelas air putih “. Ucapan ini boleh, kalau memang sangat terpaksa dan tuan rumah adalah kenalan kita.
 Jangan terlalu sering melihat ke dapur. Pada masa dulu, anak gadis selalu mengintip tamu dari dapur. Tidak boleh anak gadis ikut duduk dengan tamu orang tuanya, terkecuali tamu yang datang adalah tamu anak gadis tersebut.
 Jangan menghabiskan apa yang dihidangkan. Kalau yang dihidangkan kue, atau lemang atau kolak, dan lain-lain, diusahakan jangan habis. Ini kurang baik. Kalau habis juga, karena enak, tidak apa-apa, namun isteri/anak gadis tuan rumah akan mencap kita sebagai “ berlokan ”, rakus. Dilain kesempatan kita tidak disuguhi kue lagi.
 Mulut jangan ribut. Kalau makan makanan yang disuguhkan, mulut mengunyah jangan berbunyi, jangan kertak-kertuk, kecuali yang dimakan memang berbunyi seperti kerupuk. Memang sukar, tapi berlatihlah.
 Jangan ntorop. Usahakan karena kenyang, perut sudah berisi udara dari perut keluar berbunyi “ OOOP ”.
2. Adab Bertamu
 Ketika saya bertamu, maka saya harus duduk pas di hadapan tuan rumah. Kalau begitu keadaannya maka saya tetap melihat ke depan. Tetapi kalau yang dihadapi itu calon mertua, maka saya, duduk harus membelakangi dapur. Maksudnya supaya saya tidak melihat gadis atau perempuan di dapur.
 Kalau lebih dari seorang, maka diusahakan yang agak alim yang menghadap ke dapur. Begitu juga kalau tamunya banyak, harus ada saling kalah-mengalah. Siapa yang merasa alim, tidak mata keranjang, maka dialah yang menghadap ke dapur. Maksudnya agar jangan memanfaatkan waktu yang sempit untuk main mata.
 Kalau disuguhi minuman, jangan pegang gelas dengan tangan kiri, jangan minum dengan tangan kiri. Juga kita usahakan waktu bertamu menonaktifkan tangan kiri. Misal jangan merokok dengan tangan kiri. Jangan menerima sesuatu dengan tangan kiri. Jangan memberi dengan tangan kiri. Jangan memindahkan gelas, atau barang yang lain di atas meja dengan tangan kiri. Juga kalau menunjuk sesuatu jangan dengan tangan kiri. Adakah pengecualian? Ada, yaitu kalau kita makan dengan tangan maka kita minum harus dengan tangan kiri karena tangan kanan kita kotor, sedangkan kalau kita makan dengan sendok, maka kita minum harus dengan tangan kanan.
 Kalau mau memakan sesuatu makanan usahakan jangan mencium makanan tersebut. Itu pantang, kalau dilihat kaum ibu, dia bisa tersinggung dan kapanpun dia tidak akan memberi makanan kepada kita lagi.
 Sesudah makan dan kita sudah kenyang maka dilarang keras, memegang tali pinggang apa lagi memindahkan besi kancing tali pinggang sampai melonggarkan sampai tiga digit. Jadi betapapun kenyangnya, tali pinggang biarlah seperti biasa. Kemudian juga kalau kita memakai kain sarung jangan diubah simpulnya. Pantang.
 Kalau duduk, biasa, jangan cangkung, menampangkan kaki kanan ke atas kaki kiri. Ini kurang sopan, biarlah kaki jatuh sendiri kalau kita duduk di kursi, dan bersila secara sopan kalau kita duduk di tikar.
 Ada istilah orang tua Gayo Lues, nti kalang binatang’e artinya jangan sambar sana – sambar sini. Maksudnya kalau misalnya makan di rumah orang, kalau sudah dihidang maka bagian kita adalah yang di depan kita. Jadi kalau, tak perlu, tak usah diambil bagian orang lain. Misalnya ikan di hadapan kita sudah habis, lalu kita sambar ke kiri dan ke kanan mengambil ikan orang lain. Ini namanya kalang/burung elang binatang’e.
 Selesai makan tidak boleh burkumur-kumur, kedengaran suaranya dan membersihkan gigi dengan benda yang tajam di muka orang/Bahasa Gayo : Nyelpot.
 Sebaiknya bawa sapu tangan sendiri sebagai lap, selesai makan.
a. Adab Menghormati Orang Tua
Kata orang : “ yang kecil disayangi,
yang sedang disegani,
yang tua dihormati ”.
Orang tua harus dihormati. Di daerah Gayo Lues kita sangat dihormati orang bila kita menghormati orang tua.
Caranya bagaimana ?
Caranya adalah sebagai berikut :
 Kalau kita sedang jalan kaki atau naik kendaraan, kita lebih muda, maka kita angkat tangan, ucapkan Assalammualaikum. Kalau kita jalan kaki, usahakan selesai salam berjabat tangan, kalau perlu cium tangannya, bungkukkan badan.
 Tegor bapak tersebut dengan sopan, misal :” kusi male ine ”, dan seterusnya. Bicara tidak usah keras-keras, juga jangan lembut betul, tidak kedengaran.
“ Becerak nti besepak,
Njamut nti munyintak,
Remalan nti mugerdak ”.
b. Kepala dan Kaki
Bagian tubuh yang paling dihormati adalah kepala. Menurut tata krama Gayo Lues, pada khususnya dan Gayo pada umumnya, kepala ini tidak boleh dipegang, oleh orang lain. Jadi harap maklum, kalau anda memegang kepala orang lain, pasti anda tidak disukai, atau dimarahi bahkan lebih dari itu. Justeru itu sebaiknya jangan pegang kepala orang, kecuali sangat terpaksa dengan terlebih dahulu meminta maaf. Adakah masanya anda dibenarkan memegang kepala orang ? Ada, yaitu kalau anda tukang pangkas, dengan terlebih dahulu minta izin.
Bagian tubuh yang paling tidak dihormati adalah kaki. Karena itu kaki ini diusahakan tetap pada fungsinya yaitu antara lain, berjalan, berlari, dan menahan tubuh atas. Jadi jangan menyepak orang, pantang. Jangan menunjuk dengan kaki, jangan menjulurkan kaki ke orang lain waktu duduk. Penggunaan kaki untut orang lain hampir tidak ada.
3. Adab Duduk di Ruangan
Kalau anda hidup di masyarakat Gayo Lues, maka akan menghadapi bermacam-macam tata krama yang harus anda lalui. Antara lain sesekali anda akan diundang kenduri, misalnya. Harus anda pikirkan bahwa kalau ruangan sudah tersedia jangan anda duduk di sembarang tempat. Ada bagian yang sudah ditentukan peruntukannya.
Bagian yang paling mulia adalah bagian UKEN. Bagian ini tempat orang terhormat, kalau ukuran kampung bagian ini adalah tempat duduk kepala kampung, imem, tengku-tengku, pembaca doa kenduri, dan lain-lain. Kalau anda pendatang, walaupun pangkat anda di kantor tinggi, tidak boleh duduk di sini. Terkecuali sudah dipaksa-paksa, apa boleh buat.
Bagian yang paling rendah derajatnya adalah DURU, tempat yang letaknya di muka uken. Tempat ini tempat duduk tuan rumah, atau tamu yang muda-muda, tapi sudah kawin, atau tempat jema angkap, atau juelen, artinya orang kampung lain yang kawin ke kampung yang mengadakan hajatan.
Perhatikan gambar sketsa
4. Adab Menghidang
Yang menghidang pada umumnya para pemuda dan tue lelang, sukut, tuan rumah.
Syarat-syarat orang yang boleh menghidang yaitu :
 Tau aturan menghidang, seperti tidak boleh menghidang dengan tangan kiri,
 Tidak boleh memakai kain sarung yang terlalu rendah,
 Tidak boleh sedang merokok,
 Tidak boleh berbicara banyak, dan keras-keras,
 Orang luar kampung tidak boleh menghidang.
Bagaimana kalau belum tau ? Biasanya diadakan kursus menghidang dan tata krama lainnya di tempat pertemuan pemuda, di mersah, di joyah, di manah, dan lain-lain. Biasanya seumur SMA, sudah tahu tata krama ini.
Dahulu, untuk menghidang ini ada seorang ketua. Tugas ketua ini adalah pertama memerintahkan anak buah untuk menghidang. Menegor anak buah yang berbuat salah. Menghapal orang-orang yang tidak bisa makan daging, tidak bisa makan pedas dan lain-lain. Ketua bertanggung jawab kepada kepala kampung.
Contoh tanggung jawab, sebagai berikut :
Ada seorang tamu tidak dapat hidangan. Ini harus diketahui ketua, dan biasa dilapor oleh orang yang dekat dengan tamu tersebut. Bila terlalu lama, kepala kampung bisa menegor ketua, dan ketua bisa menegor penghidang dan seterusnya. Bisa juga ketua kena tegor bila ada tamu yang tidak bisa makan daging lembu, tapi tetap diberikan. Ketua harus cepat tanggap. Ketua yang sering kena tegor tahun depan bisa diganti.
Aturan menghidang yang benar adalah sebagai berikut :
Penghidang harus tahu siapa yang membaca samadiyah. Kesanalah hidangan pertama diberikan. Kemudian tiga ke kanan, tiga ke kiri dan seterusnya, sampai di bagian uken selesai. Kemudian baru samping kanan dan kemudian samping kiri. Baru terakhir duru.
5. Susunan Hidangan
Kalau kita tuan rumah mau menghidang, yang perlu diperhatikan adalah :
Kalau makan dengan tangan, maka :
1. Nasi pas dimuka tamu,
2. Di kanan tamu air cuci tangan
3. Di kanan tamu setentang dengan nasi, ikan
4. Di kanan ikan, adalah sayur
5. Di kiri, setentang nasi adalah gelas
6. Di tengah nasi tambah.
Kalau makan dengan sendok, maka letak gelas di sebelah kanan. Artinya kalau makan dengan tangan, minum boleh dengan tangan kiri, dan kalau dengan sendok, minum harus dengan tangan kanan.


6. Tata Tertib Makan Bersama
 Duduk tertib.
 Usahakan mengambil sayur dulu.
 Makan pelan saja, mulut jangan berbunyi.
 Tuan rumah harus terakhir “ mari ” berhenti makan. Diusahakan tamu duluan mari.
 Kalau ikan panggang pongkeronya, kalau sebelah sudah habis, jangan di balik lagi, pantang.
 Jangan “ temora ”, jangan sisakan nasi dalam piring. Nasi harus habis.
 Jangan “ membersihkan ” gigi dengan benda runcing lain di muka orang.
 Jangan berkumur di muka orang.
 Jangan ntorop sesudah makan.-
7. Adab Memberi Lauk
Menurut tata krama Gayo, kepada tamu terhormat, kepada bapak, ibu, mertua, kepada suami, tidak boleh disuguhkan :
“ Ekor Ikan ”
Kalau ikan emas dipotong dua,rupanya potongan yang bagian ekor sangat banyak tulangnya, jadi kalau ini diberikan kepada orang yang kita hormati, sayang mereka ketulangan. Itu rupanya rahasianya.
Pongkero/itak/iwak ayam, ada juga pantangnya pada beberapa bagian yaitu, bagian yang disingkat dengan :
K U R I K
 K = Kiding = kaki, bagian ini sangat kurang dagingnya. Kalau bagian ini kita berikan misalnya kepada tamu kita, sayang dia pasti tidak puas, lebih-lebih kalau tamu kita itu ompong. Sayang. Arti hiasan : kalau kita berikan kiding kepada orang maka orang tersebut kita anggap orang miskin, jalan ke sana, merantau ke sana, cari makan karena di kampungnya tidak ada harta. Jadi terpaksa merantau.
 U = Uki = meminyakne, bagian ini dianggap kurang sopan saja, walaupun di sana banyak dagingnya. Arti kiasan : kalau bagian ini kita berikan kepada orang lain, maka kita bermaksud memberitahukan orang tersebut orang jahat, suka kawin, suka mengganggu isteri orang, suka mengganggu gadis dan orang yang tidak disukai di dalam kampung.
 R = Rongok = leher = penggelihne, bagian ini juga tidak atau kurang dagingnya. Kalau kita berikan kepada orang, sayang, daging kurang, sedangkan yang terbanyak tulangnya. Arti kiasan : Dikiaskan sebagai orang yang sering marah, suka berkelahi, suka menyakiti hati orang lain. Senang melihat orang lain susah, susah melihat orang lain senang, orang yang mementingkan diri sendiri, tanpa memperdulikan kepentingan orang lain.
 I = IMUL/ Bagian dekat dengan dubur. Bagian ini memang banyak dagingnya tapi termasuk juga lobang duburnya. Daging banyak, tapi letaknya persis dibagian yang paling kotor. Kurang disukai orang. Arti kiasannya : Dikiaskan sebagai orang perempuan yang agak liar, agak menjual diri, orang yang berhati baik kepada siapapun. Jadi kalau ada tamu kita perempuan dan kita berikan ini sebagai itaknya sama dengan menunjuk bahwa tamu kita tersebut adalah PSK.
 K = Kepek/ujung sayap. Bagian ini sangat sedikit dagingnya lebih banyak tulangnya. Jadi sebaiknya jangan diberikan kepada tamu. Arti kiasannya : Bagian ini dimisalkan orang yang sering merantau ke negeri orang sebagai pedagang, pengusaha, pencari ilmu, dan sebagainya. Tetapi kepergian merantau bukan karena miskin tetapi lebih karena di rantau lebih banyak rezeki dan ilmu.
Kartu Kuning dan Kartu Merah untuk Tamu
Rupanya tidak hanya dalam permainan sepakbola ada kartu, pada masyarakat Gayo Lues dulu juga ada. Kalau ada tamu yang sering datang ke rumah, walaupun tak diundang, setelah makan baru pulang, menurut tata krama Gayo, dia tidak disenangi, tetapi tidak boleh dinyatakan dengan perkataan misalnya kita bilang begini :
“ Saudara sering kali datang ke rumah kami untuk makan, kami minta saudara jangan datang lagi ”.
Cara ini tentu kasar, tidak boleh begitu tetapi harus dengan pelambang.
Kalau dia datang lagi, mula-mula dikasih sayurnya, daun kerpe mulo (genjer). Kalau kita datang, dikasih oraang sayur genjer, artinya kita tidak disenangi. Jangan datang lagi.
Kalau datang lagi, maka dikasih sayur daun Akong/lelebu. Ini merupakan kartu kuning. Kedatangan tamu yang tidak disenangi.
Kalau datang lagi, maka dikasih sayur batang keladi, tanpa dikasih air jeruk. Batang keladi ini sangat gatal. Ini kartu merah.
Kalau datang lagi, maka tuan rumah boleh mengatakan hal yang kasar seperti di atas. Ini sudah dibenarkan tata krama Gayo Lues.
F. PERKAWINAN MASYARAKAT GAYO LUES
1. Sinte
Sinte artinya tugas yang harus dilaksanakan menurut adat, sinte ada dua macam yaitu sinte murip dan sinte mate.
Ke dalam sinte murip termasuk :
a. Perkawinan,
b. Sunat rasul,
c. Turun mani.
2. Macam-macam Perkawinan
Di Gayo Lues terdapat beberapa macam perkawinan, yaitu :
1. Juelen a. Duduk Edet
2. Angkap b. Sentaran
Macam Perkawinan : 3. Naik c. Empat mas
4. Mahtabak
5. Ngalih
6. Bekeroa

1. Juelen
Sesuai dengan arti kata juelan (juel = jual), maka penganten perempuan itu merasa sudah “ dijual ”kepada kerabat suaminya. Dia merasa bukan lagi milik orang tuanya. Seorang gadis yang dijual ini, tidak lagi bergaul dengan orang tuanya. Inipun kalau mahar sudah lunas, baru dapat si isteri menetap di kampung/rumah suami.

2. Angkap
Suami mengikuti isteri, kebalikan dari kawin juelen, ini gara-gara suami tidak bisa melunasi maharnya. Seorang laki-laki yang berstatus angkap sangat rendah derejatnya di mata masyarakat Gayo, karena tidak sanggup membawa isteri ke lingkungan kampungnya. Walaupun barangkali sebabnya bukan karena ketidakmampuannya, namun isterinya ini merupakan anak tunggal mertuanya, yang tidak ingin berjauhan dengan anaknya. Ada juga sebab lain, si gadis berupa jelek, tapi ada anak dagang yang terlunta-lunta hidupnya. Yah, daripada kadang-kadang makan kadang tidak, tidur di kolong langit, lebih baik kawin dengan gadis jelek, tapi perut kenyang, tidur nyenyak. Juga ada pemuda yang memang menginginkan sendiri kawin angkap, mengingat calon isteri gadis hartawan.
Angkap ada tiga macam, yaitu :
a. Duduk edet, suami diwajibkan tinggal/mengikuti isteri, selama mahar isteri belum dilunasi. Kalau mahar sudah lunas, maka suami berhak memboyong isteri dan anaknya ke kampungnya.
b. Sentaran, perkawinan dengan perjanjian pemenuhan batas waktu yang telah disepakati. Misalnya karena orang tua sang isteri sudah sangat ozor/tua, sehingga masih memerlukan perawatan. Setelah orang tua meninggal, maka mereka boleh pindah ke kampung suaminya. Ada pula perjanjian, sampai 10 tahun. Kalau misalnya dalam satu tahun, sang suami bisa melunasi mahar isteri, dia terpaksa menunggu 9 tahun lagi baru bisa pindah ke kampung suami. Pokoknya materi perjanjian beraneka ragamnya, sesuai dengan kepentingan dan kesepakatan bersama.
c. Empat mas, suami tidak berhak untuk membawa isterinya untuk selama-lamanya. Suami dianggap telah menjadi anggota kampung isterinya. Status suami dianggap tidak ada apa-apa. Segala harta yang didapat oleh suami dianggap harta isteri. Misalnya rumah yang dibangun suami dari gajinya, surat rumah harus atas nama isteri, demikian juga lain-lain, seperti mobil, sawah, kebun, dan lain-lain. Walaupun suami ini orang pintar dan berkedudukan di kantor, atau di dagang, namun di kampung isteri dia tidak dibenarkan memegang jabatan apapun, misalnya kepala desa, sekretaris, LKMD, LMD, dan lain-lain. Paling-paling jabatannya kepala tukang, misalnya ada perkawinan, maka dialah yang membuat tempat, mencincang nangka, mencari sayur ke kebun, mengangkat kayu api, dan lain-lain. Dia tidak dibenarkan duduk dengan orang-orang tua setempat, dan lain-lain. Dalam perjamuan kenduri biasa, atau kenduri kampung, dia tidak dibenarkan makan bersama-sama undangan, harus makan setelah undangan selesai.



3. Naik
Perkawinan yang terjadi karena seorang pemuda melarikan seorang pemudi untuk dijadikan isterinya, atau seorang pemudi menyerahkan dirinya kepada seorang pemuda untuk dijadikan teman hidupnya. Mereka biasanya pergi tengah malam hari ke rumah kadhi, atau imem, atau KUA kecamatan dari kampung laki-laki, untuk dinikahkan. Oleh kadhi mereka diselidiki, apakah mereka sadar, tidak mabuk, dan sebagainya. Kalau kadhi sudah yakin benar, maka dia memberitahukan hal ini kepada pemegang adat kampung perempuan/gadis.
Ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan terjadinya perkawinan naik ini. Pertama, dua orang yang sudah mengikat janji itu, tidak disenangi oleh orang tua pihak perempuan, karena itu pinangan dari pihak laki-laki juga ditolaknya; mungkin saja orang tua pihak perempuan ini sudah mempunyai pilihan sendiri untuk anak gadisnya itu. kedua, ada pula karena orang tua pihak laki-laki merasa tidak mampu membayar unyuk/mahar yang tinggi, padahal kedua anak tadi sudah sepakat untuk kawin.
4. Mahtabak
Perkawinan antara seorang pemuda yang secara langsung menghadap orang tua gadis, dengan permintaan untuk dikawinkan dengan anak gadisnya. Menurut pertimbangan laki-laki/pemuda ini bila melalui prosedur biasa dia tidak akan mendapatkan perempuan yang diinginkannya itu. Oleh karena itu dia pergi menyerahkan diri kepada orang tua perempuan, dan menyatakan maksudnya untuk mengawini anaknya. Pertama kali tentu akan mempertimbangkan permintaan itu dan kemudia biasanya melaporkan kepada kepala desa atau orang tua si pemuda. Sesuai dengan nama proses perkawinan itu, yang datang ini biasanya membawa tabak (semacam pangki), mahtabak artinya membawa tabak, ditambah pedang, atau senjata tajam lainnya, tali atau alat pengikat lainnya, cangkul atau alat pembongkar tanah lainnya. Alat ini diserahkan kepada orang tua gadis dengan pengantar kata :
“ Pak, kawinkan saya dengan anak bapak yang bernama ……………(sebutkan nama gadis yang dimaksud), dan bila ini tidak mungkin, maka tolong bunuh saya dengan pedang ini, dan seretlah mayat saya ke kubur dengan tali ini, galilah kubur saya dengan cangkul ini dan timbunlah kuburan saya dengan pangki ini ”.
Hanya ada dua alternatif bagi orang tua si gadis, yaitu mengawinkan anaknya dengan pemuda ini, atau membunuhnya. Umumnya perkawinanlah yang dipilih.
5. Ngalih
Perkawinan yang terjadi berhubung dengan meninggalnya salah satu pasangan suami-isteri. Apabila suami meninggal, si isteri/janda diambil alih saudara suami yang meninggal; atau bila isteri yang meninggal, si suami mengambil saudara si isteri sebagai ganti isterinya.
6. Bekeroa
Perkawinan lebih dari satu isteri (poligami).
Oleh: Drs.H.Salim Wahab

No comments: