Saturday, January 9, 2010

Pertempuran di benteng Penosan tanggal 11 Mei 1904

Pertempuran di benteng Penosan tanggal 11 Mei 1904

Mengenai benteng Penosan dilukiskan Kempees hampir sama dengan benteng Gayo lainnya. Bedanya benteng Penosan lebih luas, lebih kuat dan lebih besar. Di atas benteng banyak tempat pengintaian dan tempat menembak. Tinggi benteng 2 atau 3 m, lebar bagian bawah 3 atau 5 m, lebar dinding bagian atas 1,5 m atau 2,5 m, tinggi pagar benteng 5 atau 9 m. di atas benteng terdapat kubu-kubu pertahanan dan di bawah rumah-rumah terdapat lubang-lubang perlindungan yang berhubungan dengan dinding benteng. Di dalam benteng juga terdapat tempat-tempat pengintaian dan tempat penembakan, di atas dinding benteng tempat bersembunyi dan lain-lain. Di luar benteng terdapat bambu runcing berduri, pagar bambu hidup yang berlapis-lapis, juga dilengkapi dengan ranjau-ranjau dan bambu runcing.
Di dalam benteng terdapat 20 rumah besar dan 20 rumah kecil.
Penghuni rumah besar 20 – 30 KK sedang rumah-rumah yang kecil sekitar 10 – 20 KK. Selain orang Penosan sendiri, benteng ini dihuni oleh orang dari Kutelintang, yang mengundurkan diri ketika Kutelintang dikuasai Belanda. Juga banyak penduduk dari kampung-kampung lain.
Kempees memperkirakan benteng dihuni oleh 1.200 orang. Benteng Penosan dipimpin oleh Leube Jogam, Reje Cik Djeber, Aman Linting, H. Sulaiman, Aman Jata dan lain-lain.
Dalam usaha penyerangan ke benteng Penosan Van Daalen masih meminta agar penduduk daerah tersebut menyerah saja kepada Belanda, atau paling tidak, tidak membantu orang Penosan nanti.
Hasilnya, katanya Reje Rema, dengan beberapa orang dari Cike, Bener Kelipah, Besitang, Kong Bur, Kong Paluh sudah mau menyerah, penghulu Peparik Dekat mau menyerah bila Reje Cik Peparik Gaib disingkirkan, mengingat sikapnya yang keras kepala, selalu melawan Belanda. Juga dileporkan bahwa ada 200 rakyat Kutelintang yang selama ini memusuhi Belanda, bersedia menyerah di bawah pimpinan 2 orang famili Reje Cik Kutelintang.
Mendengar leporan ini Van Daalen merasa senang, dan kampung –kampung di sekitar route perjalanan dari Kutelintang ke Penosan sudah agak aman. Karena itu Van Daalen memerintahkan pasukan untuk membersihkan kampung-kampung sekitar Penosan yang masih membangkang. Cara ini sangat diperlukan untuk menakut-nakuti rakyat.
Pada tanggal 4 Mei 1904, Van Daalen sendiri bergerak ke Penosan untuk menyelidiki dari dekat tentang sikap rakyat dan keadaan benteng Penosan sendiri, dan untuk membuktikan kebenaran leporan kurir.
Di tengah jalan, hampir tidak ada perlawanan rakyat yang berarti. Memang ada tembakan sporadis oleh rakyat Penosan dan Tampeng. Van Daalen akhirnya berkesimpulan bahwa rakyat Gayo yang mendiami benteng Penosan, tidak mau menyerah. Mereka memilih mati syahid dari pada menyerah. Justru itu Van Daalen berkesimpulan bahwa benteng Penosan harus dihancurkan.
Pada tanggal 11 Mei 1904, Van Daalen mengeluarkan perintah untuk menyerang benteng Penosan dengan kekuatan penuh. Pasukan Belanda merasa beruntung karena bala bantuan datang lagi dari Kuala Simpang pada tanggal 9 Mei 1904 dengan kekuatan 30 bayonet, 28 orang hukuman dari 170 orang pemikul bebas terdiri dari orang-orang Serawak, Malaya dan Cina, di bawah pimpinan Letnan Lasonder. Pasukan langsung diterjunkan ke benteng Penosan.
Untuk menyerbu benteng Penosan, Belanda mengerahkan 10 Brigade marsose, dibantu oleh 4 seksi pasukan mobil dari Kuala Simpang. Pasukan penggempur terdiri dari 3 Brigade di bawah komando Kapten Scheepens, yang dibantu oleh Letnan Christoffel, 3 Brigade di bawah komando Letnan Watrin, yang dibantu oleh Letnan Ebbink. Untuk pasukan di atas tadi diperintahkan menyerang benteng Penosan bagian utara. Selanjutnya 3 Brigade di bawah pimpinan komando Letnan Winter bertugas sebagai pembantu bergerak dari kiri.
Ambulans dikawal oleh 1 Brigade ditempatkan di selatan Gegarang, sementara Van Daalen sendiri bertindak sebagai cadangan. Pasukan dari Kuala Simpang diberi tugas, 1 seksi dipimpin oleh Lasonder bertugas mengawasi bagian selatan dan timur Penosan, 1 seksi di bawah komando Letnan Delgorde mengawasi selatan, dan kapten De Graaf dengan 2 seksi pasukannya ditugasi untuk menduduki jalan yang menuju Penosan di lereng bukit Gemuyang.
Pada saat yang telah ditetapkan, seluruh pasukan yang ditugaskan sebagai pasukan penggempur mendekati benteng tanpa melepaskan tembakan. Melihat pasukan Belanda mendekati benteng, pejuang Gayo yang ada di dalam benteng melepaskan tembakan semprotan api, air cabe, ali-ali, letep dan lain-lain.
Mendapat serangan ini, pasukan Belanda tidak tinggal diam. Kapten Scheepens dan Letnan Christoffel beserta pasukannya, berhasil menaiki tanggul benteng dengan perlindungan gencar dan terarah, terutama ditujukan kepada penembak-penembak dari pengintaian.
Pertempuran berkecamuk dengan hebat, pejuang menyambut pasukan Belanda di atas tanggul dan pinggiran benteng. Rakyat Gayo, laki-laki dan perempuan serta anak-anak mempertahankan dengan gagah berani. Gaya pertempuran di sini sama dengan benteng-benteng lainnya. Bedanya pertempuran pedang lawan peluru sungguh lebih hebat di benteng Penosan ini. Tidak jarang terjadi pejuang Gayo dalam benteng ini secara tiba-tiba menyerang marsose atau Belanda sendiri, tanpa memperdulikan keselamatan jiwanya. Bahkan tidak jarang dari jarak yang agak jauh mereka berlari mengejar atau menyongsong sampai lawan mati atau dia yang gugur. Penyerangan seperti ini tidak saja dilakukan laki-laki tetapi dilakukan juga oleh perempuan atau anak-anak.
Van Daalen hampir-hampir putus asa justru karena itu beliau memerintahkan untuk membakar rumah, perlindungan rakyat, lubang-lubang perlindungan sehingga banyak pejuang Gayo yang hangus terbakar. Akhirnya betapapun kuatnya semangat berperang, pedang lawan peluru, peluru jualah yang menang.
Menurut catatan Kempees, korban jatuh di pihak Gayo adalah 284 orang gugur, 200 orang laki-laki, 71 orang perempuan, 23 orang anak-anak. Korban luka-luka 19 orang laki-laki, perempuan dan anak-anak. Di pihak Belanda korban 39 orang, 6 orang mati, 3 orang luka-luka dan 30 serdadu marsose.
Pasukan diperintahkan untuk mengenali para korban. Menurutnya korban terbanyak dari kampung Penosan dan staf Panglima Gayo yang terkenal yang tidak disebutkan namanya. Leube Jogam juga terluka. Tetapi dapat meloloskan diri, sedangkan Aman Linting, H. Sulaiman, Aman Jata dan beberapa pejuang lainnya dapat meloloskan diri dan beberapa pejuang lainnya menyingkir ke Tampeng.
Perampasan 80 ekor kerbau Aman Jata
Ketika Van Daalen akan berangkat ke Penosan, perbekalan Belanda di Kutelintang sudah agak menipis. Dia meminta bantuan kejurun, agar dapat menambah perbekalan pasukan Belanda. Kejurun memerintahkan agar mengambil kerbau Aman Jata dari Uring. Dengan sepasukan marsose tanggal 7 Mei 1904, pasukan Belanda pergi ke Uring. Setelah bertanya kepada penduduk di sana, diperoleh penjelasan tentang keberadaan kerbau Aman Jata yang jumlahnya beratus ekor. Seperti diketahui Aman Jata ini berasal dari kampung Kutelintang yang menentang Belanda, sehingga rumahnya yang besar di Kutelintang dijadikan salah satu bivak Belanda.
Pasukan marsose dan prngikutnya hanya sanggup membawa 80 ekor kerbau tersebut dan sesampainya di Kutelintang diserahkan kepada Belanda. Kabar perampasan kerbau ini juga sampai ke telinga Aman Jata. Tetapi apa hendak dikata. Sisa kerbau yang tidak terbawa diusir ke tengah hutan yang sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya.
Oleh: Drs.H.Salim Wahab

No comments: