
Pertempuran di benteng Tampeng tanggal 18 Mei 1904
Srikandi Dimus
Benteng Tampeng terletak tidak jauh dari Penosan. Benteng ini berada di tepi kali/sungai dan juga tidak begitu jauh dari kaki bukit. Bagian barat dan timur benteng cukup kuat, sedangkan bagian selatan agak terbuka, mudah dicapai, dekat dengan jalan raya. Situasi benteng boleh dikatakan sama dengan benteng lain di Gayo Lues, juga persenjataannya. Dinding benteng dibuat dari tanah campur batu, dipagari berlapis-lapis baik dengan bambu runcing, bambu berduri dan ranjau-ranjau lainnya.
Benteng ini dipimpin oleh Pang Aman Jerango, Aman Linting, Aman Jata, Kejurun Bambel Abdussamad dan seorang perempuan sebagai srikandi yaitu DIMUS. Kejurun Bambel sengaja datang dengan kekuatan 30 orang pengikutnya dengan senjata lengkap. Mereka datang khusus untuk membantu rakyat Gayo melawan Belanda.
Usaha Belanda untuk membujuk pejuang Tampeng agar menyerah juga dilakukan. Surat telah dikirim, namun tidak ada balasan. Dengan sikap demikian Belanda sudah bertekad bulat untuk menyerang Tampeng.
Tekad Belanda ini juga didasari bahwa mereka telah berpengalaman dalam berperang terutama menyerang pejuang yang berada di dalam benteng. Lagi pula pada saat yang genting ini telah datang pula bala bantuan dari Kutaraja pada tanggal 14 Mei 1904 dengan kekuatan 2 Brigade di bawah komando Letnan Braam Morris. Ditambah lagi usaha kurir Belanda membujuk pejuang untuk bekerja sama dengan Belanda ada hasilnya. Reje Cik Djeber pemimpin benteng Penosan yang berhasil meloloskan diri, demikian juga Reje Rema telah menyerah kepada Belanda.
Setelah semua persiapan menyerang rampung, lalu dikeluarkanlah secara remi ultimatum kepada rakyat Gayo di benteng Tampeng untuk menyerah kepada Belanda. Ultimatum ini diberikan batas waktu selama 7 hari. Pilihan ada 2, menyerah atau perang. Jangka waktu berlalu, rakyat Gayo di benteng Tampeng sepakat memilih perang. Mula-mula terjadi pecah kongsi, sebagian pejuang ada yang ingin menyerah saja. Di saat seperti inilah muncul seorang srikandi Dimus yang membakar semangat pejuang. Lebih baik mati daripada menyerah.
Berhubung sikap keras itu, maka pada tanggal 17 Mei 1904, Van Daalen mengeluarkan perintah untuk menyerang benteng Tampeng. Penyerbuan dilakukan dengan mengerahkan 10 Brigade pasukan marsose ditambah pasukan infantry bala bantuan dari Kutaraja dan Kuala Simpang. 3 Brigade dipimpin oleh Kapten Scheepens dibantu oleh Letnan Winter. 3 Brigade dipimpin oleh Letnan Watrin dibantu oleh Letnan Braam Morris. 3 Brigade dipimpin oleh Letnan Christoffel yang bertugas sebagai pembantu bagian selatan bersama 4 seksi di bawah komando Kapten De Graaf lengkap dengan dokter, ambulans dan 250 orang hukuman. Penyerangan dimulai. Didahului oleh pasukan penggempur marsose. Pasukan ini maju secara diam-diam tanpa dilindungi tembakan. Ada kabar bahwa benteng ditinggalkan oleh penghuninya pada malam hari. Ternyata kabar ini tidak benar. Begitu Belanda mendekat, begitu pejuang menhujaninya dengan tembakan semburan api yang hebat, lemparan batu, ali-ali, penyemprotan air cabe dan lain-lain dari dalam benteng, semburan api dan semprotan air cabe ini lebih hebat dari benteng-benteng lain sebelumnya.
Pasukan Belanda mendapat kesulitan yang hebat mengatasi rintangan di luar benteng yang dipenuhi dengan ranjau-ranjau dan bambu berduri. Sungguh sukar menembus benteng Tampeng. Untuk melindungi pasukan marsose yang mendekati benteng, pasukan Belanda menghujani tanggul benteng bagian atas dengan peluru. Hujan peluru ini sedikit banyak sangat menyulitkan pejuang berdiri di atas tanggul menyongsong kedatangan musuh. Penyerbuan marsose disertai dengan teriakan-teriakan “hore ayo maju, naik saja, siapa yang tidak mati untung”. Dengan teriakan ini diharapkan semangat prajurit naik memasuki benteng.
Reje Bambel Abdussamad Gugur di Tampeng
Pertempuran berkecamuk di dalam benteng dengan hebat. Belanda menembak siapa saja yang ada di dalam benteng, sedangkan pejuang tanpa memperdulikan nyawa menyerang dengan kelewang, tombak dan alat-alat lainnya. Perang pedang lawan peluru tanpa henti-hentinya. Akhirnya Van Daalen memerintahkan membakar seluruh rumah dan persembunyian pejuang lainnya dan dengan menggunakan dinamit untuk menghancurkan lubang-lubang perlindungan. Van Daalen memerintahkan untuk membunuh penghuni benteng tanpa kecuali. Dengan demikian berakhirlah perang di benteng Tampeng.
Menurut catatan Kempees korban di pihak Gayo Lues 176 orang gugur, 125 orang laki-laki dan 51 orang perempuan dan anak-anak. Hanya 4 orang perempuan dan anak-anak yang masih hidup. Korban di pihak Belanda 39 orang, 1 orang mati dan luka-luka 38 orang.
Pasukan diperintahkan Van Daalen untuk meneliti korban. Menurut petugas korban yang dapat dikenali antara lain Abdussamad Kejurun Bambel Tanah Alas, Aman Jerango, Dimus, Leube Jogam dan 19 orang dari pasukan Abdussamad dapat ditandai dengan baju perang yang berbeda dengan baju pejuang Gayo. Aman Linting, Aman Jata dapat meloloskan diri dan selanjutnya mereka menyingkir ke Tanah Alas menunggu kedatangan Belanda di sana.
Dengan demikian seluruh benteng di Gayo Lues telah jatuh ke tangan Belanda.
Jumlah korban di kedua belah pihak adalah sebagai berikut :
Tanggal Bulan Nama Tempat Pertempuran Kerugian di pihak Pejuang Di pihak Belanda
Gugur Luka-luka
Lk Pr Lk Pr Tewas Luka
14 Maret 1904 Pasir 41 - - - - 6
18, 19, 20 April 1904 Gemuyang 168 140 - - 2 15
22 Maret 1904 Durin 149 15 - - - 30
04 April 1904 Badak 93 29 - - 5 26
21 April 1904 Rikit Gaib 143 41 - - 7 42
11 Mei 1904 Penosan 191 95 3 16 6 33
18 Mei 1904 Tampeng 125 51 2 5 1 33
15 Maret 1904 Pining 152 190 ? ? ? ?
Selama operasi diluar benteng 47 - - - 2 17
Jumlah 1109 561 5 21 23 222
CATATAN KAKI :
(1) Snouck Hurgronje, C Gayo Masyarakat dan Kebudayaan Awal Abad ke - 20
terjemahan Hatta Hasan Aman Asnah, Balai Pustaka, 1996, hal 86
(2) ______________, ibid hal 86, 87, 88, 89, 90
No comments:
Post a Comment